Kamis, 26 Februari 2009

Pesan Terakhir...

Tok..tok..tok… samar-samar terdengar suara pintu kost-ku di ketuk oleh seseorang. kulihat wecker di sampingku, pukul 05:00. Siapa ya subuh-subuh begini bertamu, tak seperti biasanya, batinku bertanya.
“Assalamu alaikum…” suara seorang wanita yang parau, sangat ku kenal. Aku tak ingin membuat tamu subuh hari itu lama menunggu, langkahku pun kupercepat ke arah pintu untuk membukakan pintu tentunya.
“Wa alaikum salam, siapa?” sambil melangkah, aku menjawab salam dan bertanya siapa gerangan tamu dini hari tersebut. Namun tidak ada jawaban yang ku dengar. Kunci pintu kubuka, dan pintupun ku sibakkan. Betapa terkejutnya aku ketika ku lihat yang bertamu subuh ini adalah ibuku.

“Astagfirullah, maafkan bu. Aku lambat buka pintunya. Udah lama tibanya bu?” Ku jabat tangannya yang terasa sangat dingin, ku raih tas di tangannya dan mempersilahkannya masuk, Ia tak langsung menjawab pertanyaanku.
“Ada apa ni bu, kok tiba-tiba datang tanpa pemberitahuan sebelumnya sih. Kan bisa ku jemput kalau tahu ibu pengen berkunjung.”
“Bagaimana keadaanmu Wan?” pertanyaan yang terasa berat ia keluarkan, iwan agak heran dengan keadaannya kali ini. wajahnnya begitu bersih, tingkah lakunya juga tak seperti biasanya, ia lebih banyak tersenyum dan diam. Ia sepert asing bagiku, aku masih bingung sampai aku minta izin untuk melaksanakan shalat subuh.
“Bu, Iwan shalat subuh dulu ya.” Aku pun meninggalkannya di ruang tengah tanpa jawaban. Sepanjang perjalanan ke kamar kecil, aku terus dibingungkan dengan keadaan ibu yang sangat beda subuh ini. Apa dia ada masalah dengan ayah ya?, tanyaku dalam hati.
***
“Wan, ke sini sebentar nak!” setelah shalat ku dengar ibu memanggilku, aku tidak melanjutkan dzikir pagiku dan langsung menuju ke ruang tengah memenuhi panggilan ibu.
“Duduk di sni Wan!” ia mempersilahkan ku duduk di sampingnya, masih dengan wajah yang agak pucat namun bercahaya dan aku pun duduk di sampingnya, terasa dingin.
“Wan, belajar yang giat ya, jangan seperti kakakmu yang terputus pendidikannya. Kamu harus bisa menjaga Dian dan Mimi adikmu karena mereka mengharapkan mu. Kamu tahu kan Mimi udah kelas tiga SMA dan tidak lama lagi ia kuliah, kau harus mampu menjaganya ya”
Tok..tok..tok..
“Assalamu alaikum..” sebelum aku berkomentar unutuk ibu, terdengar suara pintu di ketuk.
“Tunggu ya Bu, Iwan buka pintu dulu.” Ku tinggalkan ibu dan menuju ke pintu. Perlahan pintu ku buka dan aku tambah heran lagi, ku dapati Mimi adikku berdiri di depan pintu. Ia nampak sangat bersedih, kelihatan dari matanya yang masih bengkak pertanda banyak menangis.
“Ada apa Mi?, sendiri?, loh kok pagi-pagi gini..” belum selesai perkataanku, namun mimi sudah melommpat dalam pelukanku dan menangis sejadi-jadinya. Aku tak mengerti apa yang terjadi, apa ini ada kaitannya denga keadaan ibu yang juga nampak aneh.
“Kak, Ibu kak….” Masih sesenggukan ia memcoba untuk berbicara, namun kembali menangis. Aku membawanya ke dalam untuk menenangkannya.
“Tenang Mi, ada apa?. Kenapa dengan ibu?. Ada masalah apa? Duduk dulu Mi” aku memberondongnya denag pertanyaan. Tanpa ku sadari bahwa ibu tidak lagi berada di tempat duduknya.
“Kak, semalam ibu meninggal kak..” pecah sudah tangisnya yang tak terkendali.
“Ah, mimi nggak lucu tau, mana mungkin ibu meninggal. Tadi aja Ibu baru tiba dari kampung.” Aku tersenyum, ada-ada saja Mimi, pikirku dalam hati.
“Hah, kak… aku nggak bercanda kak. Ibu udah meninggal dan tidak mungkin bertamu ke sini.”
“Nggak percaya ya, Ibu….! Ibu….” Aku melangkah ke belakang, ke dapur, ke kamar tidur, ke kamar mandi dengan terus memanggil ibu dan terus memanggilnya sampai teriakkanku perlahan berubah menjadi getaran kesedihan ketika kenyataan ku dapatkan bahwa aku tidak menemukan ibu di setiap sudut rumah. Akupun tersungkur dalam kesediahan dan berubah menjadi sebuah tangisan. Mimi datang dan memelukku, juga dalam tangisan yang tak terbendung.
“Sabar ya kak….”
Dalam hati ku ingat pesan terakhir ibu untuk menjagamu Mi, aku berjanji akan menjagamu sekuatku. Selamat jalan Bu…

Tidak ada komentar: