Rabu, 15 Desember 2010

Review Buku: Saya Nujood, Usia 10 dan Janda


Sejak buku ini dipromosikan di Gramedia, aku langsung jatuh cinta pada pandangan pertama. Kebetulan aku suka sekali dengan buku-buku tentang perempuan yang tinggal di negara-negara Arab, Persi dan Arab Maghribi. Sampai-sampai aku punya quote tentang mereka yang dikatakan oleh seoarang mantan model Iran “Memang salah satu kebebasan kami diambil atau kami punya aturan tetapi pada saat yang sama kami menjadi kreatif dalam menghadapi situasi”.

Seperti yang sudah semu ketahui bahwa beberapa negara Arab dan yang juga menjadikan azas Islam sebagai azas negara amat menekan tentang pemisahan laki-laki dan perempuan. Selain itu juga pada Arab tradisional, seorang Ayah dan saudara laki-laki atau kerabat laki-laki yang dituakan adalah “tuhan” di bumi bagi kaum perempuan. Disinilah cerita tentang Nujood, seorang gadis dari Yaman nasib pernikahan ditentukan ketika umurnya baru 9 tahun.

Semua orang menganggap ini adalah hal yang terbaik bagi Nujood karena jika mengutip hikayat Nabi Muhammad SAW, Beliau sendiri menikahi Aisyah ketika Aisyah sendiri berumur 9 tahun. Selain itu menurut undang-undang Yaman, tidak ada batasan umur untuk menikah namun hubungan suami istri hanya bisa dilakukan jika istri sudah memasuki masa pubertas atau haid pertama.

Alasan yang sebenarnya adalah Ayah Nujood ingin mengurangi jumlah mulut yang harus diberi makan. Sebagai tukang sapu pinggir jalan, beristri dua dan mempunyai 16 anak, termasuk beberapa cucu maka memberi makan kepada mereka bukan pekerjaan ringan. Harapan Ayah Nujood, dengan menikah tanggung jawabnya sebagai Ayah sudah selesai. Selain itu mahar pernikahan Nujood dapat digunakan untuk membiayai rumah tangganya.

Yang terjadi adalah suami Nujood dan keluarganya tidak memenuhi janjinya untuk merawat Nujood, apalagi menyekolahkan dan menunggu sampai Nujood cukup siap untuk berhubungan seksual layaknya suami istri. Nujood hanya dijadikan sebagai komoditas, harta baru bagi keluarga tersebut. Pada malam pertama Nujood langsung diperkosa oleh suaminya dan ini tidak tejadi sekali namun berkali-kali. Lalu oleh Ibu mertua dan ipar-ipar perempuannya dia diperlakukan sebagai pembantu dan dipukul jika salah melakukan pekerjaan.

Pada suatu hari suaminya memberikan waktu kepada Nujood untuk pulang ke rumah orang tuanya. Pada saat di rumah orang tuanya itulah, Nujood mencari tahu bagaimana caranya bercerai karena selama ini tidak ada perempuan yang berani bercerai walaupun hidup dalam pernikahan tidak sehat.

Istri kedua Ayah lah yang akhirnya mengusulkan agar dia pergi menemui hakim di pengadilan agar bisa diceraikan. Tidak hanya itu dia juga memberikan uangnya yang tak seberapa kepada Nujood untuk membayar ongkos bis ke Pengadilan. Dengan keberaniannya akhirnya Nujood berhasil ke pengadilan, memohon cerai dan akhirnya dikabulkan walaupun itu berarti kontroversi memenuhi Yaman dan juga dunia internasional. Padahal yang dinginkan gadis kecil ini amat sederhana bagi anak-anak perempuan di belahan dunia lain, bisa sekolah dan menjadi pengacara.

Kisah Nujood ini mengingat aku pada kutipan sebuah buku yang ditulis (kalau tidak salah) Nawal El Sadawy seorang aktivis perempuan Mesir “Bahkan untuk berpakaian pun perempuan harus ditentukan oleh laki-laki.” Ini membuat miris hatiku karena aku juga beragama Islam (walaupun bukan yang taat) jika sebuah adat istiadat atau kehendak kaum pria “dibenarkan” dengan paksa oleh oknum-oknum tertentu dengan mengutip ayat-ayat Al Qur’an.

Yaman memang negara Islam namun adat istiadat dan budaya patriakal yang kuat membuat perempuan akhirnya menjadi “harta” laki-laki. Jika bisa aku bandingkan dengan Iran yang aku baca dari buku Pelangi di Persia oleh Dina Y. Suleman. Di negeri Ahmadinejad ini kaum perempuan mempunyai kesempatan belajar yang luas dan juga bekerja. Belum lagi karena undang-undang pernikahan ketat dan permintaan mahar yang berupa keping emas yang sama sekali tidak murah maka pria di Iran amat menghormati istri dan pernikahannya.

Buku ini wajib dibaca bagi anda-anda yang mendukung negara Islam sehingga nanti anda tahu masalah apa yang akan anda hadapi. Dan untuk semua perempuan terlepas agama apapun yang anda anut, pernikahan anak-anak bukan hanya masalah dunia Islam, namun juga masalah bersama, sesama para perempuan, karena dalam agama apapun banyak juga yang “melegalkan” pernikahan anak-anak seperti ini mau Kristen, Budha ataupun Hindu”.

Sumber gambar dari MarcGopin.com


Copy By:COMPASIANA

3 komentar:

Unknown mengatakan...

Kalo buku "
Saya Nujood, Usia 10 dan Janda" diFilmkan pasti itu akan memberikan banyak pelajaran yg bs diambil...

tini mengatakan...

Jika setelah lahirnya Rosulullah SAW kaum wanita masih saja di perlakukan hina, tak bisa di bayangkan bagaimana pada zaman jahiliah...

bukunya bagus sepertinya

Ayyub Syaehe Sulaiman mengatakan...

mengingatkan saya pada "syaich Puji" !!